Assalamu'alaikum ^_~

Selamat Datang di Blog Saya... terimakasih :)

Rabu, 20 November 2013

Resensi Novel Gadis Kecil di Tepi Gaza : Bahasa Indonesia XI SMA







PALESTINE, PERJUANGANMU MASIH PANJANG
HAPUSLAH AIR MATAMU....

1.     JENIS : NONFIKSI
2.    JUDUL NOVEL : GADIS KECIL DI TEPI GAZA
3.    PENGARANG : VANNY CHRISMA W.
4.    EDITOR : ELIS WIDAYANTI
5.    PENERBIT : DIVA  PRESS
6.    KOTA TERBIT : JOGJAKARTA
7.    CETAKAN  I : NOVEMBER 2011
CETAKAN  II : JANUARI 2012
8.    TEBAL HALAMAN : 343 HALAMAN
9.    ISBN : 978-602-978-953-9


            Seorang gadis kecil berusia 11 tahun tinggal di kota Gaza bernama Palestine. Ayahnya yang pemberani, Yahded Haidar merupakan seorang anggota pejuang Hamas memberinya nama seperti itu. Agar Palestine tumbuh menjadi seorang gadis Palestina yang pemberani untuk memperjuangkan nasib bangsanya itu. Palestine jauh lebih mengerti tentang arti kehidupan dan perjuangan yang sebenarnya dibandingkan sengan anak-anak lain seusianya.
            Derita dan perjuangan Palestine dimulai sejak Israel melancarkan agresi militer pada tanggal 27 Desember 2008. Sebuah rudal telah menghancurkan rumahnya serta menewaskan ibu dan dua saudaranya, Ahmeed dan Zaynab. Sedangkan ayahnya sedang berjuang dengan Hamas untuk melawan Israel. Akibatnya, Palestine menjadi sebatang kara dan harus tinggal di kamp pengungsian bersama korban lainnya. Tanpa makanan dan obat-obatan yang cukup, tidur bergelimpangan tanpa selimut, dingin menusuk hingga ke tulangnya. Tak hanya rumah, sekolah yang selama ini menjadi tempatnya merajut impian pun hancur lebur di bombardir oleh tentara Israel. Hancur sudah impian dan harapannya menimba ilmu di sekolah untuk menjadi seorang gadis Palestina yang berguna di kemudian hari.
            Di kamp pengungsian Jabaliyah, Gaza, ia bertemu dengan beberapa korban seusianya atau lebih tua darinya yang juga kehilangan anggota keluarga. Seorang remaja bernama Yanaan,yang juga telah kehilangan keluarganya menaruh perhatian lebih pada Palestine yang terkenal kuat dan gigih berjuang. Ia juga bertemu dengan Adeeba, gadis berusia 8 tahun yang memiliki indera keenam dan dapat melihat masa depan, namun banyak yang tidak mempercayai Adeeba dan malah menganggapnya gila karena kehilangan ibu. Hanya Palestine dan Yanaan yang mempercayai indera keenam Adeeba.
            Palestine ditembak oleh serdadu Israel di bagian dadanya pada saat melakukan aksi pelemparan kotoran kuda yang dibentuk menjadi seperti batu di kawasan perbatasan antara Gaza dan Israel. Hidupnya semakin terpuruk, koma di rumah sakit tanpa ada keluarga yang menemani. Hanya Yanaan dan Adeeba yang merawatnya di rumah sakit. Namun syukurlah, ia berhasil selamat setelah sadar dari komanya selama beberapa hari.
            Sementara itu, ayah Palestine ditangkap dan disiksa hingga sekarat oleh tentara Israel. Tentara Israel memang memperlakukan anggota pejuang Hamas yang tertangkap dengan sangat tidak manusiawi. Tak hanya itu, Israel juga membunuh rakyat sipil, wanita dan anak-anak yang tidak berdosa. Palestine pun terpaksa memberanikan diri ikut dengan seorang tentara Israel bernama Hebrew, tentara yang bahkan pernah menembak dadanya hingga ia koma cukup lama.
            Dengan luka tembakan yang masih jelas membekas dan belum sembuh, ia dibawa ke Jerusalem dan dijanjikan akan bertemu dengan ayahnya yang diketahui ditahan di penjara Maskobbeya, Jerusalem. Ternyata, bukannya dipertemukan dengan ayahnya, ia malah ditelantarkan di Jerusalem dengan mata tertutup serta tangan dan kaki terikat. Untunglah ia diselamatkan oleh seorang wanita tua, penduduk Jerusalem. Meskipun masih belum bisa bertemu dengan ayahnya, ia tetap mengirimkan surat kepada sang ayah, entah bagaimana pun caranya.
            Setahun lebih sudah, penderitaan Palestine  semakin lama semakin merajalela setelah bibinya tewas disiksa dan dipasung di penjara oleh tentara Israel. Bertambah lengkap pula setelah 31 Mei 2010, ayah Palestine, Yahded Haidar yang merupakan ‘singa’ pasukan Hamas, namun hatinya selalu luluh saat disebut-sebut keluarganya itu meninggal dunia di penjara Maskobbeya, Jerusalem  setelah  tentara Israel melepaskan anjing-anjing liar  ke dalam sel tahanan Yahded. Ia pun tewas dimakan oleh anjing-anjing kelaparan  yang memang sengaja sudah 3 hari tidak diberi makan. Sedangkan pada hari yang sama, Palestine terkulai lemas dan terbujur kaku di kamp pengungsian Jabaliyah, Gaza. Gadis kecil itu, gadis pejuang intifadah yang selalu membawa batu di dalam sakunya lalu melemparkannya sambil berkata ‘Laknat untuk Israel’ kini telah tiada.
            Miris, mengenaskan dan bakal membuat hati bergetar hebat. Inilah yang akan anda rasakan jika membaca novel cerdas dan mengharukan ini. Sungguh sebuah novel yang siap menggedor-gedor  sisi kemanusiaan pembaca.

            Vanny  Chrisma W. atau Fanni Krismawati, lahir pada 4 Desember 1983 dan pernah berkuliah di STIE Perbanas, Surabaya. Hobinya adalah membaca dan menulis buku. Karyanya yang satu ini ‘Gadis Kecil di Tepi Gaza’ berbeda dengan novel yang dibuatnya  sebelumnya   Hati Jasmine (2008)   Maimunah (2009)   Buku Biru (2010)  Kisah Keluarga Tikus (2010)  Cerita Sebuah Pensil (2010).
            Novel ini disajikan dengan benar-benar cerdas. Bukunya pun ringan dan mudah dibawa-bawa. Dari  judulnya, pembaca sudah tertarik dengan membaca judulnya serta melihat covernya.
            Dengan mengusung tema kemanusiaan yang terdapat dalam novel ini, membuat novel ini sangat menarik dan cocok dibaca untuk segala kalangan mulai dari remaja sampai orang dewasa.
            Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju. Alurnya pun sulit ditebak, menarik dan benar-benar membuat rasa penasaran berlabuh. Namun ada beberapa bagian dimana penulis menggambarkan tokoh lain yang berbeda, ada di tempat lain, sedikit mengulang tanggal. Contohnya : pada bagian atau bab keempat, diceritakan nasib Palestine yang sedang ada di kamp pengungsian Jabaliyah  tercatat 3 Januari 2009, sedangkan pada bagian ke enam, mengulang tanggal 27 Desember 2008 dengan menceritakan dan menggambarkan sosok ayah Palestine, Yahded Haidar yang ada di Perbatasan Rafah.
            Sudut pandang dalam novel ini pun sangat menarik dengan menggambarkan tokoh Palestine dan beberapa orang terdekatnya.
            Gaya bahasa yang digunakan pun sangatlah menarik, kata-kata yang dibuat oleh penulis sangat bijak dan menarik. Seakan benar-banar sukses menggambarkan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita. Namun, ada beberapa kata-kata asing yang terkadang sulit dimengerti, seperti ada tercantum bahasa Arab, Bahasa Perancis dan bahasa asing lainnya.
            Penokohan pada tokoh yang dibuat pun sangat spesifik dan sangat berhasil menggambarkan tentang sosok yang ingin diceritakan penulis.
            Novel ini sangat banyak mengandung amanat. Amanat yang tersurat maupun tersirat dalam novel ini ialah semua orang mencintai perdamaian dan tidak boleh ada peperangan di dunia ini. Pembaca juga dapat belajar dari tokoh Palestine, seorang gadis kecil yang sangat sabar menghadapi cobaan dalam hidupnya. Di dalam mengarungi hidup ini, kita harus bersabar dalam menghadapi segala cobaan dan kekerasan hidup. Juga memotivasi pembaca untuk bisa hidup mandiri dan juga tidak pernah menyerah dalam mengarungi kehidupan.
            Unsur ekstrinsik novel tersebut, dapat dilihat dari latar belakang agama yang dianut oleh penulis yaitu agama Islam. Karena di dalam novel tersebut terdapat beberapa potongan ayat-ayat Al-Qur’an, serta bukti lain yang menunjukkan latar belakang agama sang penulis.

·        KELEBIHAN dan KELEMAHAN
KELEBIHAN : novel ini merupakan novel yang sangat menarik, penuh dengan kisah kesedihan dan yang dapat membuat  air mata jatuh berderai  dan membuat kita terhanyut saat membacanya. Memberi pesan dan amanat yang mendalam agar kita tetap sabar, tabah dan pantang menyerah terhadap segala cobaan yang mendera.  Gaya bahasa yang digunakan pun sangat menarik dan berhasil menggambarkan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Alur, sudut pandang  serta penokohannya pun memang benar-benar menarik dalam menggambarkan kisah hidup seorang Palestine.

KELEMAHAN : sepertinya sulit untuk mencari  kelemahan dari novel tersebut. Namun jika sangat dicermati, ada beberapa bagian dimana penulis menggambarkan tokoh lain yang berbeda, ada di tempat lain, sedikit mengulang tanggal. Serta ada beberapa kata-kata dari bahasa asing yang sulit dimengerti. Misalnya terdapat beberapa kata dengan bahasa Arab, Perancis, Korea, dan lain-lain. Satu lagi, kelemahannya ada pada masalah waktu penerbitan. Jika saja buku ini terbit lebih awal, bersamaan dengan hebohnya berita di media tentang agresi Israel ke Palestina, novel ini pasti lebih laris terjual di pasaran dan lebih terkenal daripada sekarang ini.

·        KESIMPULAN
Novel ‘GADIS KECIL DI TEPI GAZA’  ini benar-benar menarik  serta layak dibaca bagi segala tingkatan usia. Kesimpulan akhir dari resensi ini, bahwa buku ‘Gadis Kecil di Tepi Gaza’ benar-benar layak untuk diterbitkan, di sebarluaskan, serta dibaca.



Surat dari Gadis Kecil di Palestina


Allah, di manakah ibuku ?
Duri-duri pasir mengubur semua kehidupan.
Allah, di manakah ayahku ?
Hamparan pasir nan luas, seolah menutup mata.

Allah, di mana aku harus berdiam ?
Ditutup sebuah benteng yang kokoh,
Menahan rasa lapar dan lilitan perut, 

Berapa sisa umurku ? Katakan…

Sendiri dalam sepi,
Allah, ingin kuberlari mengejar matahari,
Dengan langkah kaki dan gapai angkasa,
Langkahku terhenti di depan genangan air keruh,
Kupandangi wajah lesuku dari cerminan air tenang,
Mengikis semua kerut-kerut kehidupan.

Allah…, Allah…, Allah,
Masihkan ada tempat bagiku,
Gadis Palestina di dunia ini ?
Jika ada, di mana ?
Mengapa tanahku telah hancur…
Mengapa ? Mengapa harus Palestina….?
Allah…

Insya Allah, youll find your way
( Maher Zain )

2 komentar: