Assalamu'alaikum ^_~

Selamat Datang di Blog Saya... terimakasih :)

Jumat, 15 Juli 2016

Jurnal Praktikum Farmasetika dan Teknologi Sediaan Farmasi Salep Antibiotik :")

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Preparat yang digunakan pada kulit antara lain untuk efek fisik, yaitu kemampuan  bekerja sebagai pelindung kulit, pelincir, pelembut, zat pengering, dan lain-lain, atau untuk efek khusus dari bahan obat yang ada. Preparat ini dijual bebas, sering mengandung campuran dari bahan obat yang digunakan dalam pengobatan kondisi tertentu seperti infeksi kulit yang ringan, gatal-gatal, luka bakar, merah bekas popok, sengatan, dan gigitan serangga, kutu air, mata ikan, penebalan kulit dan keras, kutil, ketombe, jerawat, penyakit kulit kronis (psoriasis) dan eksim. Pemakaian pada kulit yang memerlukan resep, umumnya mengandung bahan obat tunggal yang dimaksudkan untuk melawan kondisi diagnosis khusus (Ansel, 1989).
Walaupun pada umumnya diinginkan dalam pengobatan penyakit kulit, untuk obat yang dalam pemakaiannya mengandung bahan obat supaya meresap melalui permukaan dan masuk ke dalam kulit, biasanya tidak dimaksudkan (kecuali untuk sistem pengobatan melalui kulit) bahwa pengobatan masuk ke dalam sirkulasi umum. Bagaimanapun juga sekali obat ini melewati epidermis, akan sampai pada pembuluh darah kapiler, dan mengisi jaringan subkutan dan absorpsi masuk ke dalam sirkulasi umum ini bukan tidak mungkin. Pada kenyataannya, absorpsi seperti itu biasanya terjadi setelah pemakaian preparat tertentu seperti topikal, seperti dibuktikan oleh deteksi kadar obat dalam darah, dan ekskresi obat atau hail metabolitnya pada urin. Untungnya kebanyakan bahan untuk pemakaian topikal, jumlah yang diabsorpsi biasanya tidak diketahui oleh pasien (Ansel, 1989).
Sediaan obat yang kita bahas kali ini adalah salep. Salep dalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar, bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep tidk boleh berbau tengik, kasar, dan tidak homogen (Anief, 1997).



1.2  Prinsip
Pada pembuatan salep, zat yang dapat larut dalam dasar salep dapat langsung  dicampurkan dengan dasar salep sedangkan zat yang tidak dapat larut, dapat digerus terlebih dahulu sampai halus atau dengan cara peleburan bersama dengan dasar salep sambil diaduk sampai dingin dan salep harus homogen. Bahan aktif yang digunakan clorom , bahan dasar salep yang digunakan vaselin album.

1.3    Tujuan
-Mengetahui bentuk sediaan salep antibiotic
-Mengetahui bahhan dasar salep antibiotic
-Mengetahui dan memahami cara pembuatan salep antibiotic
-Mengetahui persyaratan dan evaluasi salep antibioti













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Salep  
            Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Dirjen POM, 1995). Salep tidak boleh berbau tengik,. Kecuali dinyatakan lainkadar bahan obat dalam salep mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 % (Anief, 1994).
            Menurut pemikiran modern salep adalah  sediaan semi padat untuk pemakaian pada kulit dengan atau tanpa penggosok. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi relative tinggi (Anief, 1994).
2.2 Fungsi dan Faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Obat
         Adapun fungsi salep menurt Anief (1994), adalah sebagai berikut :
1.       Sebagai bahan pembawa substansi oabat untuk pengobatan kulit
2.       Sebagai bahan pelumas pada kulit
3.       Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan ransang kulit
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorbsi Obat antara lain :
1.       Sifat fisiko-kimia obat
Absorpsi obat melalui kulit cukup sukar, karena kulit berfungsi sebagai barier dan sangat selektif.Tetapi obat juga dapat diabsorpsi cukup baik melalui kulit dan sifat fisika-kimia obat.
2.       Keadaan kulit
Faktor yang mempengaruhi keadaan kulit yaitu usia, iklim, perubahan hormone, seperti masa pubertas, hamil, gizi, pola makan dan kebersihan kulit.
3.       Daerah permukaan kulit
Terdapat \v\ariasi dalam permeabilitas kulit di berbagai tempat pada tubuh, yang tergantung ketebalan stratum corneum yang utuh dan kerapatan kutan.
4.       Vehikulum
Vehikulum dapat mempengaruhi absorbs ke stratum corneum dan tidak semua Vehikulum bersifat inert. Pelarut organic seperti etanol, methanol, dan aseton dapat merusak lapisan barier kulit, sehingga kulit lebih mudah dipenetrasi.
5.       Keadaan lingkungan
Peningkatan suhu dapat mempercepat absorpsi.Pada kulit rusak suhu dapat naik hingga mencapai 40OC dengan kelembapan 50 %. Penetrasi zat yang bersifat liposoluble pada suhu tubuh lebih tinggi akan berkuarang, karena terjadi reduksi energy aktivasi difusi akibat menurunnya viskositas jaringan lemak.
6.       Keadaan kesehatan dan gizi
Sirkulasi darah di daerah dermis mempengaruhi absorpsi perkutan tergantung pada gradient dan lamanya penetrasi di kulit.
7.       Konsentrasi zat aktif dalam sediaan
Ada dua faktor yang berperan dalam absorbs obat di kulit yaitu laju absorpsi yang dipengaruhi oleh peredaran darah di dermis dan konsentrasi zat aktif dalam sediaan (Jas, 2004).

2.3 Kualitas dan Persyartan Dasar Salep
Kualitas dasar salep yang ideal adalah:
1.      Satabil selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam kamar.
2.      Lunak yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.
3.      Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang apling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit
4.      Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
5.      Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan
6.      Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif (Anief, 2007).
         Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon dari pada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air (Depkes RI, 1995).
Berikut ini adalah persyaratan dari salep yang baik:
1. Pemerian: tidak boleh berbau tengik
2. Kadar: kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep (ds): kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian salep.
4. Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan: pada etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni, 2006).
Persyartan dasar salep yang ideal adalah :
1.             Laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari bahan dasar salep
2.             Terjadi peningkatan absorpsi oleh dasar salep perkutan
3.             Dapat melindungi kelembapan kulit
4.             Satbilitas bahan obat terjamin
5.             Netral (indiferen = tidak berkhasiat)
6.             Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif
(Jas, 2004)


2.4 Jenis-Jenis Dasar Salep
Dasar salep digolongkan ke dalam 4 kelompok besar : (1) dasar salep hidrokarbon, (2) dasar salep absorbsi, (3) dasar salep yang dapat dicuci dengan air, (4)dasar salep yang larut dalam air (Ansel, 1989).
2.4.1.      Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokabon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih minyak sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emoien.Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan tidak memungkinkan larinya lembap ke udara dan sukar dicuci.Kerjanya sebagai bahan peutup saja.Tidak mongering atau tidak ada perubahan dengan berjalannya waktu (Ansel, 1989).
a)      Parafin
Parafin campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan diperoleh dari minyak bumi. Tidak berwarna atau putih, kurang lebih massa yang tembus cahaya yang dapat digunakan untuk membuat kertas atau kaku dasar salep setengah padat yang berlemak (Ansel, 1989).
b)      Minyak mineral
Minyak mineral adalah campuran dari hidrokarbon cair yang dihasilkan dari minyak bumi.Berguna dalam menggerus bahan yang tidak larut pada preparat salep dengan dasar berlemak (Ansel, 1989).
2.4.2.      Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorpsi dapat menjadi 2 tipe: (1) yang memungkinkan percampuran larutan berair, hasil dari pembentukan emulsi air dan minyak (misalnya Petrolatum Hidrofilik); dan (2) yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya sedikit penambahan jumlah larutan berair (misalnya Lanolin). Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak (Ansel, 1989).
a)      Petrolatum Hidrofilik
               Petrolatum Hidrofilik dari kolesterol, alkohol stearat, lilin putih, dan petrolatum putih.Dasar salep ini memiliki kemampuan mengabsorbsi air dengan membentuk emulsi air dalam minyak (Ansel, 1989).
b)      Lanolin
               Lanolin adalah setengah padat, seperti bahan lemak diperoleh dari bulu domba (Ovis aries), merupakan emulsi air dalam minyak yang megandung air antara 25 sampai 30%. Penambahan air dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan (Ansel, 1989).
2.4.3.      Dasar Salep yang dapat Dibersihkan dengan Air
                 Dasar salep yag dapat dibersihkan dengan air merupakan emulsi minyak dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Dasar salep ini nampaknya seperti krim dapat diencerkan dengan air atau larutan berair.Dari sudut pandang terapi mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cairan serosal yang keluar dalam kondisi dermatologi (Ansel, 1989).
a)      Salep Hidrofilik
                 Mengandung natrium lauril sulfat sebagai bahan pengemulsi, dengan alkohol stearate dan petrolatum putih mewakili fase berlemak dan emulsi serta propilen glikol dan air mewakili fase air (Ansel, 1989).
2.4.4.      Dasar Salep Larut dalam Air
           Dasar yang larut dalam air hanya mengandung komponen yang larut dalam air.Tetapi, seperti dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air basis yang terlarut dalam air dapat dicuci dengan air.Basis yang larut dalam air biasanya disebut sebagai greaseless karena tidak mengandung bahan berlemak. Karena dasar salep ini sangat mudah melunak dengan penambahan air, larutan air tidak efektif dicampurkan ke dalam bahan dasar ini (Ansel, 1989)
a)      Salep Polietilen Glikol
               Polietilen glikol adalh polimer dari eilenoksida dan air.Panjang rantai dapat berbeda-beda untuk mendapatkan polimer yang mempunyai viskositas bentuk fisik (cair, padat, atau setengah padat) yangdiinginkan (Ansel, 1989).
2.5 Pemilihan Dasar Salep yang Tepat
         Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi dari suartu salep tergantung pada pemikiran yang cermat atas sejumlah faktor-fsktor temasuk a) laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari dasar salep, b) kelayakan peningkatan oleh dasar salep absorpsi perkutan, c) kelayakan melindungi lembap dari kulit oleh dasar salep, d) jangka lama dan pendeknya obat stabil dalam dasar salep dan e) pengaruh obat bila ada kekentalan atau hal lainnya dari dasar salep. Semua faktor-faktor ini harus ditimbang satu terhadap lainnya untuk memperoleh dasar salep yang paling baik.Harus dimengerti pula bahwa tidak ada dasar salep yang ideal dan juga tidak ada yang memiliki semua sifat yang diinginkan. Sebagai contoh suatu obat yang cepat terhidrolisis, dasar salep hidrolisis akan menyediakan stabilitas yang tinggi, walaupun dari sudut terapeutik dasar salep lain lebih disenangi. Pemilihannya adalah untuk mendapatkan dasar salep yang secara umum menyediakan segala yang dianggap sifat yang paling diharapakan (Ansel, 1989).

2.6 Metode Pembuatan Salep
         Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan 2 metode umum: (1) pencampuran dan (2) peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya (Ansel, 1989).

2.6.1. Pencampuran
           Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai sediaan yag rata tercapai. Pada skala kecil seperti resep yang dibuat tanpa persiapan, ahli farmasi dapat mencampur komponen-komponen dari salep dalam lumping dengan sebuah alu atau dapat juga menggunakan sudip dan lempeng salep (gelas yang besar atau porselen) utuk menggerus bahan bersama-sama (Ansel, 1989).
           Pencampuran Bahan Padat. Pada pembuatan salep dengan menggunakan spatula,biasanya ahli farmasi mengerjakan salep dengan spatula logam tahan karat dengan belahan yang panjang dan lebar, serta secara periodic memindahkan kumpulan dari salep ke atas spatula yang lebih besar dengan spatula yang kecil. Jika komponen dari salep bereaksi dengan logam spatula (sebagai contoh yodium).Spatula dari karet yang keras dapat digunakan. Salep yang dibuat dengan cara menggerus/menggosokkannya serta meratakan dan mengumpulkan komponen-komponennya pada permukaan yang kasar dengan spatula sampai hasilnya lembut dan rata. Pada umumnya dasar salep diletakkan di sebelah atas permukaan tempat kerja, komponen serbuk dihaluskan lebih dahulu dan supaya dapat digerus secara merata dalam lumping ditempatkan di bagian lain. Lalu sebagian dari serbuk dicampur dengan sebagian dasar salep sampai merata dan proses ini diulang samapai semua bagian dari serbuk dan dasar salep bercampur (Ansel, 1989).
           Pencampuran Cairan. Bahan cairan atau larutan obat, seperti diuraikan diatas dapat ditambahkan setelah dipertimbangkan sifat-sifat salepnya. Misalnya larutan atau preparat berair akan menjadi sukar ditambahkan ke dalam salep berlemak, kecuali dalam jumlah yang kecil. Tetapi dasar salep yang dapat menyerap air atau hidrofilik akan lebih sesuai untuk absorbs atau pencampuran dari larutan berair. Larutan beralkohol dalam volume yang larut biasanya dapat ditambahkan dengan mudah kepada pembawa berlemak atau dasar salep emulsi. Bahan cair lainnya dalam hal ini, balsam-balsam alam, skar dicampur dengan dasar salep, telah menjadi kebiasaan mencampurkan balsam seperti balsam peru dengan minyak jarakyang sama banyak, sebelum mencampurkannya ke dalam dasar salep (Ansel, 1989).
2.6.2. Peleburan
           Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental.Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang mengental setelah didinginkan dan diaduk.Tentu saja bahan-bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperature dari campuraan telah cukup redah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen. Banyak bahan-bahan yang ditambahkan padacampuran yang membeku dalam bentuk larutan, yang lain penambahan sebagai serbuk yang tidak larut, biasanya digerus dengan sebagian besar salep. Dalam skala kecil proses peleburan dapat dilakukan pada cawan porselen atau gelas beker; pada skala besar umumnya dilaksanakan  dalam ketel uap berjaket. Sesaat setelah membeku, salep dimasukkan melalui gilingan salep (dalam pabrik skala besar) atau digosok-gosokkan dengan spatula atau lumpang (pada pembuatan skala kecil) untuk memastikan homogenitasnya (Ansel, 1989).
2.7 Pengawetan Salep
         Preparat farmasi setengah padat seperti salep, seringmemerlukan penambahan pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk mencegah pertumbuhan mikro organisme yang terkontaminasi.Pengawet-pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol-fenol, asam benzoate, asam sorbet, garam ammonium kuarterner dan campuran lainnya. Preparat setengah padat menggunakan dasar salep yang mengandung aau menahan air, yang meembantu pertumbuhan mikroba supaya menjadi lebih luas daripada yang mengandung sedikit uap air, dan oleh krena itu merpakan masalah yang lebih besar dari pengawetan (Ansel, 1989).
           Preparat setengah padat harus pula dilindungi melaui kemasan dan penyimpanan yang sesuai dari pengaruh pengrusakan oleh udar, cahaya, uap air (lembap) dan panas, serta kemungkinan erjadi interaksikimia antara preparat dengan wadah (Ansel, 1989).

2.8 Pengemasan dan Penyimpanan Salep
           Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari gelas tidak berwarna, warna hijau, amber atau biru atau buram dan porselen putih. Botol plastic dapat juga digunakan.Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk salep yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Tube dibuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus bila salep akan digunakan untuk dipakai memalui rektum, mata, vagina, telinga atau hidung. Tube dari salep untuk pemakaian pada mata kebanyakan dikemas dalam tube kaleng atau plastic kecil dan dapat dilipat yang dapat menampung sekitar 1/8 oz ( sekitar 3,5 g salep). Tube salep untuk pemakain topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 30 gram.Botol untuk salep mungkin berbeda-beda dalam ukuran dari yang kecil ½ ounce sampai 1 pound atau lebih (Ansel, 1989).
           Tube umumnya diisi dengan bertekanan alat pengisi dari bagian ujung belakang yang terbuka (ujung yang berlawanan dari ujung tutup) dari tube yang kemudian ditutup dengan disegel. Salep yang dibuat dengan cara peleburan dapat dituangkan langsung ke dalam tube. Pada skala kecil seperti yang dibuat mendadak, pengisian dari tube salep oleh ahli farmasi di apotek, tube dapat diisi dengan cara sebgai berikut: (Ansel, 1989).
1.   Salep yang telah dibuat digulung diatas kertas perkamen menjadi bentuk slinder, diameter silinder, diameter silinder sedikit lebih kecil dari tube supaya dapat diisikan dengan panjang kertas yang lebih dari silinder (Ansel, 1989).
2.   Dengan tutp dari tube dilepas supaya udara keluar, silinder dari salep dengan kertas dimasukkan ke dalam bagian ujung bawah tube yang terbuka (Ansel, 1989).
3.   Potongan kertas yang meliputi salep dipegang oleh satu tangan sedang lainnya menekan dengan spatula yang berat kearah tutup tube sampai tube tadi penuh dan sambil menarik perlahan-lahan kertas salep tadi dilepaskan, ratakan permukaan salep dengan spatula, kurang lebih ½ inci dari ujung bawah (Ansel, 1989).
4.   Bagian bawah yang disisakan lipatan 2 x 1/8 inci dapat dibuat dari ujung bawah tube yang dipipihkan, ditekan/dijepit penyegel tepat di atas lipatan untuk menjamin bahwa sudah betul-betul tertutup. Penjepitan dapat digunakan dengan tang tangan atau dengan mesin lipat (crimper) yang dijalankan dengan tangan atau kaki (Ansel, 1989).
           Kebanyakan salep harus dismpan pada temperature dibawah 30°C untuk mencegah melembek apalagi dasar salepnya bersifat dapat mencair (Ansel, 1989).

2.9 Evaluasi Salep
Mutu adalah totalitas keseluruhan suatu barang yang menyatakan kemampuannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan diberlakukan.Mutu obat yang baik telah tercapai apabila semua sediaan obat yang digunakan oleh manusia dapat memulihkan atau memberikan efek terapi (Ditjen POM, 2012).
         Pengawasan dan pemeriksaan mutu secara menyeluruh menyatakan bahwa setiap bahan baku dan setiap batch obat jadi sesuai dengan standar. Berarti bahan baku tersebut dapat diproduksi menjadi obat jadi sedangkan obat jadi tersebut dapat dilanjutkan ke proses pengemasan (Lachman, dkk., 1994).
Evaluasi yang harus dilakukan pada salep antara lain ;
1.      Homogenitas
Dilakukan dengan caramengoleskan sampel salep pada sekeping kaca transparan dimana sediaan diambil bagian atas, tengah dan bawah. Sediaan salep dinyatakan homogeny jika dasar salep, bahan aktif dan bahant ambahan lain tercampur merata. Untuk dapat mengetahui sediaan salep homogeny atau tidak dapat diketahui dengan mengambil sedikit dari sediaan dan digoreskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lainnya (Paju, 2013).
2.      Uji kebocoran (Salep dalam Tube)
Dilakukan dengan cara mengambil 10 tube salep kemudian bersihakan permukaan luar tiap tube dengan kertas penyerap. Letakkan tube di atas Loyang posisi horizontal, masukkan ke dalam oven diamkan selama 8 jam dengan temperature 60oC ±3o C. tidak boleh terjadi kebocoran selamaa\ atau setelah pengujian selesai (Depkes RI, 1995).
3.      Uji Keseragaman Sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu keseragaman bobot atau keseragaman kandungan.Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih zat aktif. Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil dari bets yang sama untuk penetapan kadar (Depkes RI, 1995).





BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat
·         Kertas perkamen
·         Lumpang dan alu
·         Cawan porselin
·         Penara
·         Timbangan kasar dan halus
·         Tube
·         Oven
·         Objek glass
·         Sudip
·         Pinset
3.2. Bahan
·         Chloramphenicol         200 mg
·         Propilen glikol             1 gr
·         Adeps lanae                1 gr
·         Vaselin Album            ad 10
3.3. Formula
            R/        Chloramphenikol                     200 mg
                        Propilen glikol                         1 gr
                        Adeps lanae                            1 r
                        Vaselin Albumm         ad        10
                                                #
                        Pro : Liana

3.4. Perhitungan Bahan
            Chloramphenikol                         200 mg 
            Propilen glikol                             1 gr
            Adeps lanae                                1 gr
            Vaselin album             ad            10
                        Vaselin album yang di perlukan : 10 – (0,2 + 1 + 1 ) = 7,8 gr
3.5. Prosedur
3.5.1. Pembuatan Salep Antibiotik
·         Ditimbang Chloramphenikol , Propilen glikol , Adeps lanae , vaselin album masing-masing 200 mg , 1 gr, 1 gr, dan 7,8 gr .
·         Digerus Chloramphenikol dan propilen glikol didalam lumpang hingga homogen kemudian masukkan Adeps lanae dan Vaselin album kedalam lumpang tersebut dan gerus kembali hingga homogen
·         Diletakkan salep yang telah homogen di atas kertas perkamen dengan bantuang sudip
·         Digulung kertas perkamen yang telah terdapat salep hingga muat masuk ke dalam tube yang telah di sediakan
·         Dimasukkan kertas perkamen ke dalam tube kemuadian jepit lubang tube dengan bantuan pinset dan keluarkan kertas perkamen secara perlahan hingga salep tetap berada di dalam tube
·         Dilipat lubang tube
3.5.2. Evaluasi Homogenitas
·         Diambil dua objek glass
·         Diletakkan sampel salep yang telah di gerus ke atas objek glass
·         Ditutup dengan objek glass kedua kemudian amati penyebaran partikel pada objek glass

3.5.3.      Evaluasi Kebocoran Tube
·         Dibungkus tube yang telah berisi salep dengan tissue,  masukkan salep kedalam oven yang telah di atur suhunya sekitar 80oC
·         Ditunggu hingga beberapa menit
·         Diamati kebocoran tube


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
      4.1.1 Uji Kebocoran
Uji kebocoran dilakukan dengan menggunakan oven dan kertas penyerap. Tube diletakkan diatas loyang dengan posisi horizontal kemudian dimasukkan kedalam oven pada suhu 800C selama 1 jam. Tube tidak boleh bocor dan kertas penyerap harus tetap kering,
Pada uji kebocoran salep antibiotik yang dilakukan kertas penyerap tidak basah dan tidak terjadi kebocoran pada tube.
      4.1.2.  Uji Homogenitas
      Jika dioleskan pada  sekeping kaca (gelas objek) harus menunjukkan susunan yang homogen. Pada salep antibiotik  setelah dilakukan uji homogenitas terlihat partikelnya homogen pada kaca objek.
4.2. Pembahasan
            Pada uji homogenitas yang dilakukan dengan menggunakan gelas objek di dapat bahwa partikelnya menunjukkan susunan yang homogen. Hal ini menunjukkan bahwa salep menunjukkan susunan homogenitas yang bagus. Dengan demikian praktikan dapat dikatakan berhasil pada proses pencampuran. Pada saat uji kebocoran di dapati kertas penyerap tidak basah, hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi kebocoran tube. Dengan demikian salep antibiotik dapat dikatakan lulus uji kebocoran tube.





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
·         Hasil evaluasi salep pada praktikum kali ini adalah :
1.      Uji homogenitas
Dari hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa salep kelompok telah memenuhi syarat homogenitas.
2.      Uji kebocoran
Dari hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa salep kelompok 1 belum memenuhi syarat uji kebocoran karena pada tube terdapat kebocoran yang mengakibatkan salep tidak dapat dikemas dengan baik.
4.2. Saran
·         Sebaiknya pada percobaan selanjutnya lebih memperhatikan kesterilan ruangan sehingga pembuatan salep antibiotik dapat dilaksanakan dengan baik.
·         Sebaiknya praktikan memahami setiap prosedur percobaan yang ada sehingga dapat melaksanakan praktikum dengan baik.
·         Sebaiknya pada percobaan selanjutnya tetap memperhatikan kondisi tube agar tetap tidak terjadi kebocoran.
·         Sebaiknya pada percobaan selanjutnya, bahan aktif diganti dengan bahan obat yang lain seperti golongan anti biotic yang lain, ertomisin, clindamisin dan basitrasil.
·         Sebaiknya pada percobaan selanjutnya dasar salep digantikan dengan dasar salep yang lain, vaselin flava, liquin parafin dan minyak mineral.



DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University     Press.Halaman 125-126.
Anief, Moh. (2007). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 110.
Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 502-513.
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik  Indonesia. Halaman 18,999,1039,1086.
Depkes RI. (2012). Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Halaman 292.
Jas, Admar. (2004). Perihal Obat dengan Berbagai Bentuk Sediaannya. Medan:Universitas Sumatera Utara Press. Halaman53,54,56.
Lachman, Leon.(1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 1653.
Paju, Niswah. (2013). “Uji Efektivitas Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus) yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus”.Jurnal Ilmiah Farmasi. Manado: Volume (02), Nomor (01), Februari 2013. Halaman 54.
 Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Halaman 63.