BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Preparat
yang digunakan pada kulit antara lain untuk efek fisik, yaitu kemampuan bekerja sebagai pelindung kulit, pelincir,
pelembut, zat pengering, dan lain-lain, atau untuk efek khusus dari bahan obat
yang ada. Preparat ini dijual bebas, sering mengandung campuran dari bahan obat
yang digunakan dalam pengobatan kondisi tertentu seperti infeksi kulit yang
ringan, gatal-gatal, luka bakar, merah bekas popok, sengatan, dan gigitan
serangga, kutu air, mata ikan, penebalan kulit dan keras, kutil, ketombe,
jerawat, penyakit kulit kronis (psoriasis) dan eksim. Pemakaian pada kulit yang
memerlukan resep, umumnya mengandung bahan obat tunggal yang dimaksudkan untuk
melawan kondisi diagnosis khusus (Ansel, 1989).
Walaupun
pada umumnya diinginkan dalam pengobatan penyakit kulit, untuk obat yang dalam
pemakaiannya mengandung bahan obat supaya meresap melalui permukaan dan masuk
ke dalam kulit, biasanya tidak dimaksudkan (kecuali untuk sistem pengobatan
melalui kulit) bahwa pengobatan masuk ke dalam sirkulasi umum. Bagaimanapun
juga sekali obat ini melewati epidermis, akan sampai pada pembuluh darah
kapiler, dan mengisi jaringan subkutan dan absorpsi masuk ke dalam sirkulasi
umum ini bukan tidak mungkin. Pada kenyataannya, absorpsi seperti itu biasanya
terjadi setelah pemakaian preparat tertentu seperti topikal, seperti dibuktikan
oleh deteksi kadar obat dalam darah, dan ekskresi obat atau hail metabolitnya
pada urin. Untungnya kebanyakan bahan untuk pemakaian topikal, jumlah yang
diabsorpsi biasanya tidak diketahui oleh pasien (Ansel, 1989).
Sediaan
obat yang kita bahas kali ini adalah salep. Salep dalah sediaan setengah padat
yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar, bahan obatnya harus larut
atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep tidk boleh berbau
tengik, kasar, dan tidak homogen (Anief, 1997).
1.2 Prinsip
Pada
pembuatan salep, zat yang dapat larut dalam dasar salep dapat langsung dicampurkan dengan dasar salep sedangkan zat
yang tidak dapat larut, dapat digerus terlebih dahulu sampai halus atau dengan
cara peleburan bersama dengan dasar salep sambil diaduk sampai dingin dan salep
harus homogen. Bahan aktif yang digunakan clorom , bahan dasar salep yang
digunakan vaselin album.
1.3
Tujuan
-Mengetahui bentuk
sediaan salep antibiotic
-Mengetahui bahhan dasar
salep antibiotic
-Mengetahui dan memahami
cara pembuatan salep antibiotic
-Mengetahui persyaratan
dan evaluasi salep antibioti
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.Bahan obatnya larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok (Dirjen POM, 1995). Salep tidak boleh
berbau tengik,. Kecuali dinyatakan lainkadar bahan obat dalam salep mengandung
obat keras atau narkotik adalah 10 % (Anief, 1994).
Menurut
pemikiran modern salep adalah sediaan
semi padat untuk pemakaian pada kulit dengan atau tanpa penggosok. Oleh karena
itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau terdiri dari emulsi lemak
atau lilin yang mengandung air dalam proporsi relative tinggi (Anief, 1994).
2.2
Fungsi dan Faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Obat
Adapun
fungsi salep menurt Anief (1994), adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan pembawa substansi oabat
untuk pengobatan kulit
2. Sebagai bahan pelumas pada kulit
3. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu
mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan ransang kulit
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi absorbsi Obat antara lain :
1. Sifat fisiko-kimia obat
Absorpsi
obat melalui kulit cukup sukar, karena kulit berfungsi sebagai barier dan
sangat selektif.Tetapi obat juga dapat diabsorpsi cukup baik melalui kulit dan
sifat fisika-kimia obat.
2. Keadaan kulit
Faktor
yang mempengaruhi keadaan kulit yaitu usia, iklim, perubahan hormone, seperti
masa pubertas, hamil, gizi, pola makan dan kebersihan kulit.
3. Daerah permukaan kulit
Terdapat
\v\ariasi dalam permeabilitas kulit di berbagai tempat pada tubuh, yang
tergantung ketebalan stratum corneum yang utuh dan kerapatan kutan.
4. Vehikulum
Vehikulum
dapat mempengaruhi absorbs ke stratum corneum dan tidak semua Vehikulum
bersifat inert. Pelarut organic seperti etanol, methanol, dan aseton dapat
merusak lapisan barier kulit, sehingga kulit lebih mudah dipenetrasi.
5. Keadaan lingkungan
Peningkatan
suhu dapat mempercepat absorpsi.Pada kulit rusak suhu dapat naik hingga
mencapai 40OC dengan kelembapan 50 %. Penetrasi zat yang bersifat
liposoluble pada suhu tubuh lebih tinggi akan berkuarang, karena terjadi
reduksi energy aktivasi difusi akibat menurunnya viskositas jaringan lemak.
6. Keadaan kesehatan dan gizi
Sirkulasi
darah di daerah dermis mempengaruhi absorpsi perkutan tergantung pada gradient
dan lamanya penetrasi di kulit.
7. Konsentrasi zat aktif dalam sediaan
Ada
dua faktor yang berperan dalam absorbs obat di kulit yaitu laju absorpsi yang
dipengaruhi oleh peredaran darah di dermis dan konsentrasi zat aktif dalam
sediaan (Jas, 2004).
2.3
Kualitas dan Persyartan Dasar Salep
Kualitas dasar salep yang ideal adalah:
1.
Satabil
selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas,
stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam kamar.
2.
Lunak
yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan
ekskoriasi.
3.
Mudah
dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang apling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit
4.
Dasar
salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia
dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat
aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
5.
Terdistribusi
merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair
pada pengobatan
6.
Lembut, mudah
dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif (Anief, 2007).
Pemilihan dasar salep tergantung pada
beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat obat yang dicampurkan,
ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.Dalam beberapa hal
perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas
yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang terhidrolisis, lebih stabil dalam
dasar salep hidrokarbon dari pada dasar salep yang mengandung air, meskipun
obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air,
meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung
air (Depkes RI, 1995).
Berikut
ini adalah persyaratan dari salep yang baik:
1. Pemerian: tidak boleh berbau tengik
2. Kadar: kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung
obat keras, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep (ds): kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar
salep (basis salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari
sifat bahan obat dan tujuan pemakaian salep.
4. Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan: pada etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni,
2006).
Persyartan
dasar salep yang ideal adalah :
1.
Laju
pelepasan yang diinginkan bahan obat dari bahan dasar salep
2.
Terjadi
peningkatan absorpsi oleh dasar salep perkutan
3.
Dapat
melindungi kelembapan kulit
4.
Satbilitas
bahan obat terjamin
5.
Netral
(indiferen = tidak berkhasiat)
6.
Lembut,
mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif
(Jas, 2004)
2.4 Jenis-Jenis Dasar
Salep
Dasar salep digolongkan ke dalam 4
kelompok besar : (1) dasar salep hidrokarbon, (2) dasar salep absorbsi, (3)
dasar salep yang dapat dicuci dengan air, (4)dasar salep yang larut dalam air
(Ansel, 1989).
2.4.1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep
hidrokabon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang berair mungkin dapat
dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih minyak sukar bercampur.
Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emoien.Dasar salep tersebut
bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan tidak memungkinkan larinya lembap
ke udara dan sukar dicuci.Kerjanya sebagai bahan peutup saja.Tidak mongering
atau tidak ada perubahan dengan berjalannya waktu (Ansel, 1989).
a) Parafin
Parafin campuran hidrokarbon padat yang
dimurnikan diperoleh dari minyak bumi. Tidak berwarna atau putih, kurang lebih
massa yang tembus cahaya yang dapat digunakan untuk membuat kertas atau kaku
dasar salep setengah padat yang berlemak (Ansel, 1989).
b) Minyak mineral
Minyak mineral adalah campuran dari
hidrokarbon cair yang dihasilkan dari minyak bumi.Berguna dalam menggerus bahan
yang tidak larut pada preparat salep dengan dasar berlemak (Ansel, 1989).
2.4.2. Dasar salep absorpsi
Dasar salep
absorpsi dapat menjadi 2 tipe: (1) yang memungkinkan percampuran larutan
berair, hasil dari pembentukan emulsi air dan minyak (misalnya Petrolatum Hidrofilik); dan (2) yang
sudah menjadi emulsi air minyak (dasar
emulsi), memungkinkan bercampurnya sedikit penambahan jumlah larutan berair
(misalnya Lanolin). Dasar salep ini
berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan derajat penutupan seperti
yang dihasilkan dasar salep berlemak (Ansel, 1989).
a) Petrolatum Hidrofilik
Petrolatum
Hidrofilik dari kolesterol, alkohol stearat, lilin putih, dan petrolatum
putih.Dasar salep ini memiliki kemampuan mengabsorbsi air dengan membentuk
emulsi air dalam minyak (Ansel, 1989).
b) Lanolin
Lanolin
adalah setengah padat, seperti bahan lemak diperoleh dari bulu domba (Ovis aries), merupakan emulsi air dalam
minyak yang megandung air antara 25 sampai 30%. Penambahan air dapat
dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan (Ansel, 1989).
2.4.3. Dasar Salep yang dapat Dibersihkan
dengan Air
Dasar salep yag dapat dibersihkan
dengan air merupakan emulsi minyak dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan
pakaian dengan air. Dasar salep ini nampaknya seperti krim dapat diencerkan
dengan air atau larutan berair.Dari sudut pandang terapi mempunyai kemampuan
untuk mengabsorbsi cairan serosal yang keluar dalam kondisi dermatologi (Ansel,
1989).
a) Salep Hidrofilik
Mengandung
natrium lauril sulfat sebagai bahan pengemulsi, dengan alkohol stearate dan
petrolatum putih mewakili fase berlemak dan emulsi serta propilen glikol dan air
mewakili fase air (Ansel, 1989).
2.4.4. Dasar Salep Larut dalam Air
Dasar
yang larut dalam air hanya mengandung komponen yang larut dalam air.Tetapi,
seperti dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air basis yang terlarut dalam
air dapat dicuci dengan air.Basis yang larut dalam air biasanya disebut sebagai
greaseless karena tidak mengandung
bahan berlemak. Karena dasar salep ini sangat mudah melunak dengan penambahan
air, larutan air tidak efektif dicampurkan ke dalam bahan dasar ini (Ansel,
1989)
a) Salep Polietilen Glikol
Polietilen
glikol adalh polimer dari eilenoksida dan air.Panjang rantai dapat berbeda-beda
untuk mendapatkan polimer yang mempunyai viskositas bentuk fisik (cair, padat,
atau setengah padat) yangdiinginkan (Ansel, 1989).
2.5 Pemilihan Dasar Salep yang Tepat
Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi dari
suartu salep tergantung pada pemikiran yang cermat atas sejumlah faktor-fsktor
temasuk a) laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari dasar salep, b)
kelayakan peningkatan oleh dasar salep absorpsi perkutan, c) kelayakan
melindungi lembap dari kulit oleh dasar salep, d) jangka lama dan pendeknya
obat stabil dalam dasar salep dan e) pengaruh obat bila ada kekentalan atau hal
lainnya dari dasar salep. Semua faktor-faktor ini harus ditimbang satu terhadap
lainnya untuk memperoleh dasar salep yang paling baik.Harus dimengerti pula
bahwa tidak ada dasar salep yang ideal dan juga tidak ada yang memiliki semua
sifat yang diinginkan. Sebagai contoh suatu
obat yang cepat terhidrolisis, dasar salep hidrolisis akan menyediakan
stabilitas yang tinggi, walaupun dari sudut terapeutik dasar salep lain lebih
disenangi. Pemilihannya adalah untuk mendapatkan dasar salep yang secara umum
menyediakan segala yang dianggap sifat yang paling diharapakan (Ansel, 1989).
2.6
Metode Pembuatan Salep
Baik dalam ukuran besar maupun kecil,
salep dibuat dengan 2 metode umum: (1) pencampuran dan (2) peleburan. Metode
untuk pembuatan tertentu terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya (Ansel,
1989).
2.6.1. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen
dari salep dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai sediaan yag rata
tercapai. Pada skala kecil seperti resep yang dibuat tanpa persiapan, ahli
farmasi dapat mencampur komponen-komponen dari salep dalam lumping dengan
sebuah alu atau dapat juga menggunakan sudip dan lempeng salep (gelas yang
besar atau porselen) utuk menggerus bahan bersama-sama (Ansel, 1989).
Pencampuran
Bahan Padat. Pada pembuatan salep dengan menggunakan spatula,biasanya ahli
farmasi mengerjakan salep dengan spatula logam tahan karat dengan belahan yang
panjang dan lebar, serta secara periodic memindahkan kumpulan dari salep ke
atas spatula yang lebih besar dengan spatula yang kecil. Jika komponen dari
salep bereaksi dengan logam spatula (sebagai contoh yodium).Spatula dari karet
yang keras dapat digunakan. Salep yang dibuat dengan cara
menggerus/menggosokkannya serta meratakan dan mengumpulkan komponen-komponennya
pada permukaan yang kasar dengan spatula sampai hasilnya lembut dan rata. Pada
umumnya dasar salep diletakkan di sebelah atas permukaan tempat kerja, komponen
serbuk dihaluskan lebih dahulu dan supaya dapat digerus secara merata dalam
lumping ditempatkan di bagian lain. Lalu sebagian dari serbuk dicampur dengan
sebagian dasar salep sampai merata dan proses ini diulang samapai semua bagian
dari serbuk dan dasar salep bercampur (Ansel, 1989).
Pencampuran
Cairan. Bahan cairan atau larutan obat, seperti diuraikan diatas dapat
ditambahkan setelah dipertimbangkan sifat-sifat salepnya. Misalnya larutan atau
preparat berair akan menjadi sukar ditambahkan ke dalam salep berlemak, kecuali
dalam jumlah yang kecil. Tetapi dasar salep yang dapat menyerap air atau
hidrofilik akan lebih sesuai untuk absorbs atau pencampuran dari larutan berair.
Larutan beralkohol dalam volume yang larut biasanya dapat ditambahkan dengan
mudah kepada pembawa berlemak atau dasar salep emulsi. Bahan cair lainnya dalam
hal ini, balsam-balsam alam, skar dicampur dengan dasar salep, telah menjadi
kebiasaan mencampurkan balsam seperti balsam peru dengan minyak jarakyang sama
banyak, sebelum mencampurkannya ke dalam dasar salep (Ansel, 1989).
2.6.2. Peleburan
Dengan metode
peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan melebur
bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai
mengental.Komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada
campuran yang sedang mengental setelah didinginkan dan diaduk.Tentu saja
bahan-bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperature dari
campuraan telah cukup redah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan dari
komponen. Banyak bahan-bahan yang ditambahkan padacampuran yang membeku dalam
bentuk larutan, yang lain penambahan sebagai serbuk yang tidak larut, biasanya
digerus dengan sebagian besar salep. Dalam skala kecil proses peleburan dapat
dilakukan pada cawan porselen atau gelas beker; pada skala besar umumnya
dilaksanakan dalam ketel uap berjaket.
Sesaat setelah membeku, salep dimasukkan melalui gilingan salep (dalam pabrik
skala besar) atau digosok-gosokkan dengan spatula atau lumpang (pada pembuatan
skala kecil) untuk memastikan homogenitasnya (Ansel, 1989).
2.7
Pengawetan Salep
Preparat farmasi setengah padat seperti
salep, seringmemerlukan penambahan pengawet kimia sebagai antimikroba, pada
formulasi untuk mencegah pertumbuhan mikro organisme yang
terkontaminasi.Pengawet-pengawet ini termasuk hidroksibenzoat, fenol-fenol,
asam benzoate, asam sorbet, garam ammonium kuarterner dan campuran lainnya.
Preparat setengah padat menggunakan dasar salep yang mengandung aau menahan
air, yang meembantu pertumbuhan mikroba supaya menjadi lebih luas daripada yang
mengandung sedikit uap air, dan oleh krena itu merpakan masalah yang lebih
besar dari pengawetan (Ansel, 1989).
Preparat setengah padat harus pula
dilindungi melaui kemasan dan penyimpanan yang sesuai dari pengaruh pengrusakan
oleh udar, cahaya, uap air (lembap) dan panas, serta kemungkinan erjadi
interaksikimia antara preparat dengan wadah (Ansel, 1989).
2.8
Pengemasan dan Penyimpanan Salep
Salep biasanya dikemas baik dalam
botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari gelas tidak berwarna, warna
hijau, amber atau biru atau buram dan porselen putih. Botol plastic dapat juga
digunakan.Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk salep yang
mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Tube dibuat dari kaleng atau
plastik, beberapa diantaranya diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus
bila salep akan digunakan untuk dipakai memalui rektum, mata, vagina, telinga
atau hidung. Tube dari salep untuk pemakaian pada mata kebanyakan dikemas dalam
tube kaleng atau plastic kecil dan dapat dilipat yang dapat menampung sekitar
1/8 oz ( sekitar 3,5 g salep). Tube salep untuk pemakain topikal lebih sering
dari ukuran 5 sampai 30 gram.Botol untuk salep mungkin berbeda-beda dalam
ukuran dari yang kecil ½ ounce sampai 1 pound atau lebih (Ansel, 1989).
Tube umumnya diisi dengan bertekanan
alat pengisi dari bagian ujung belakang yang terbuka (ujung yang berlawanan
dari ujung tutup) dari tube yang kemudian ditutup dengan disegel. Salep yang
dibuat dengan cara peleburan dapat dituangkan langsung ke dalam tube. Pada
skala kecil seperti yang dibuat mendadak, pengisian dari tube salep oleh ahli
farmasi di apotek, tube dapat diisi dengan cara sebgai berikut: (Ansel, 1989).
1. Salep yang telah dibuat digulung diatas
kertas perkamen menjadi bentuk slinder, diameter silinder, diameter silinder
sedikit lebih kecil dari tube supaya dapat diisikan dengan panjang kertas yang
lebih dari silinder (Ansel, 1989).
2. Dengan tutp dari tube dilepas supaya
udara keluar, silinder dari salep dengan kertas dimasukkan ke dalam bagian
ujung bawah tube yang terbuka (Ansel, 1989).
3. Potongan kertas yang meliputi salep
dipegang oleh satu tangan sedang lainnya menekan dengan spatula yang berat
kearah tutup tube sampai tube tadi penuh dan sambil menarik perlahan-lahan
kertas salep tadi dilepaskan, ratakan permukaan salep dengan spatula, kurang
lebih ½ inci dari ujung bawah (Ansel, 1989).
4. Bagian bawah yang disisakan lipatan 2 x
1/8 inci dapat dibuat dari ujung bawah tube yang dipipihkan, ditekan/dijepit
penyegel tepat di atas lipatan untuk menjamin bahwa sudah betul-betul tertutup.
Penjepitan dapat digunakan dengan tang tangan atau dengan mesin lipat (crimper) yang dijalankan dengan tangan
atau kaki (Ansel, 1989).
Kebanyakan salep harus dismpan pada
temperature dibawah 30°C untuk mencegah melembek apalagi dasar salepnya
bersifat dapat mencair (Ansel, 1989).
2.9 Evaluasi Salep
Mutu adalah totalitas keseluruhan suatu barang yang menyatakan
kemampuannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan diberlakukan.Mutu obat
yang baik telah tercapai apabila semua sediaan obat yang digunakan oleh manusia
dapat memulihkan atau memberikan efek terapi (Ditjen POM, 2012).
Pengawasan dan pemeriksaan mutu secara
menyeluruh menyatakan bahwa setiap bahan baku dan setiap batch obat jadi
sesuai dengan standar. Berarti bahan baku tersebut dapat diproduksi menjadi
obat jadi sedangkan obat jadi tersebut dapat dilanjutkan ke proses pengemasan
(Lachman, dkk., 1994).
Evaluasi yang
harus dilakukan pada salep antara lain ;
1.
Homogenitas
Dilakukan dengan caramengoleskan
sampel salep pada sekeping kaca transparan dimana sediaan diambil bagian atas,
tengah dan bawah. Sediaan salep dinyatakan homogeny jika dasar salep, bahan
aktif dan bahant ambahan lain tercampur merata. Untuk dapat mengetahui sediaan
salep homogeny atau tidak dapat diketahui dengan mengambil sedikit dari sediaan
dan digoreskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lainnya (Paju, 2013).
2.
Uji kebocoran
(Salep dalam Tube)
Dilakukan dengan cara mengambil 10 tube salep kemudian bersihakan
permukaan luar tiap tube dengan kertas penyerap. Letakkan tube di atas Loyang
posisi horizontal, masukkan ke dalam oven diamkan selama 8 jam dengan
temperature 60oC ±3o C. tidak boleh terjadi kebocoran
selamaa\ atau setelah pengujian selesai (Depkes RI, 1995).
3.
Uji Keseragaman Sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua
metode, yaitu keseragaman bobot atau keseragaman kandungan.Persyaratan ini
digunakan untuk sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung
dua atau lebih zat aktif. Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara
keseragaman bobot dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat
diambil dari bets yang sama untuk penetapan kadar (Depkes RI, 1995).
BAB
III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1. Alat
·
Kertas
perkamen
·
Lumpang
dan alu
·
Cawan
porselin
·
Penara
·
Timbangan
kasar dan halus
·
Tube
·
Oven
·
Objek
glass
·
Sudip
·
Pinset
3.2. Bahan
·
Chloramphenicol 200 mg
·
Propilen
glikol 1 gr
·
Adeps
lanae 1 gr
·
Vaselin
Album ad 10
3.3. Formula
R/ Chloramphenikol 200 mg
Propilen
glikol 1 gr
Adeps
lanae 1 r
Vaselin
Albumm ad 10
#
Pro
: Liana
3.4. Perhitungan
Bahan
Chloramphenikol
200 mg
Propilen
glikol 1 gr
Adeps
lanae 1 gr
Vaselin
album ad
10
Vaselin
album yang di perlukan : 10 – (0,2 + 1 + 1 ) = 7,8 gr
3.5. Prosedur
3.5.1.
Pembuatan Salep Antibiotik
·
Ditimbang
Chloramphenikol , Propilen glikol , Adeps lanae , vaselin album masing-masing
200 mg , 1 gr, 1 gr, dan 7,8 gr .
·
Digerus
Chloramphenikol dan propilen glikol didalam lumpang hingga homogen kemudian
masukkan Adeps lanae dan Vaselin album kedalam lumpang tersebut dan gerus
kembali hingga homogen
·
Diletakkan
salep yang telah homogen di atas kertas perkamen dengan bantuang sudip
·
Digulung
kertas perkamen yang telah terdapat salep hingga muat masuk ke dalam tube yang
telah di sediakan
·
Dimasukkan
kertas perkamen ke dalam tube kemuadian jepit lubang tube dengan bantuan pinset
dan keluarkan kertas perkamen secara perlahan hingga salep tetap berada di
dalam tube
·
Dilipat
lubang tube
3.5.2. Evaluasi Homogenitas
·
Diambil
dua objek glass
·
Diletakkan
sampel salep yang telah di gerus ke atas objek glass
·
Ditutup
dengan objek glass kedua kemudian amati penyebaran partikel pada objek glass
3.5.3.
Evaluasi Kebocoran Tube
·
Dibungkus
tube yang telah berisi salep dengan tissue, masukkan salep kedalam oven yang telah di atur
suhunya sekitar 80oC
·
Ditunggu
hingga beberapa menit
·
Diamati
kebocoran tube
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
4.1.1 Uji Kebocoran
Uji kebocoran dilakukan dengan
menggunakan oven dan kertas penyerap. Tube diletakkan diatas loyang dengan
posisi horizontal kemudian dimasukkan kedalam oven pada suhu 800C
selama 1 jam. Tube tidak boleh bocor dan kertas penyerap harus tetap kering,
Pada uji kebocoran salep antibiotik
yang dilakukan kertas penyerap tidak basah dan tidak terjadi kebocoran pada
tube.
4.1.2.
Uji Homogenitas
Jika dioleskan pada sekeping kaca
(gelas objek) harus menunjukkan susunan yang homogen. Pada salep
antibiotik setelah dilakukan uji
homogenitas terlihat partikelnya homogen pada kaca objek.
4.2.
Pembahasan
Pada
uji homogenitas yang dilakukan dengan menggunakan gelas objek di dapat bahwa
partikelnya menunjukkan susunan yang homogen. Hal ini menunjukkan bahwa salep
menunjukkan susunan homogenitas yang bagus. Dengan demikian praktikan dapat
dikatakan berhasil pada proses pencampuran. Pada saat uji kebocoran di dapati
kertas penyerap tidak basah, hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi kebocoran
tube. Dengan demikian salep antibiotik dapat dikatakan lulus uji kebocoran
tube.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan
·
Hasil evaluasi salep pada praktikum kali ini adalah :
1.
Uji homogenitas
Dari hasil pengamatan
didapatkan hasil bahwa salep kelompok telah memenuhi syarat homogenitas.
2.
Uji kebocoran
Dari hasil
pengamatan didapatkan hasil bahwa salep kelompok 1 belum memenuhi syarat uji
kebocoran karena pada tube terdapat kebocoran yang mengakibatkan salep tidak
dapat dikemas dengan baik.
4.2. Saran
·
Sebaiknya pada percobaan selanjutnya lebih memperhatikan kesterilan ruangan
sehingga pembuatan salep antibiotik dapat dilaksanakan dengan baik.
·
Sebaiknya praktikan memahami setiap prosedur percobaan yang ada sehingga
dapat melaksanakan praktikum dengan baik.
·
Sebaiknya pada percobaan selanjutnya tetap memperhatikan kondisi tube agar tetap tidak terjadi kebocoran.
·
Sebaiknya
pada percobaan selanjutnya, bahan aktif diganti dengan bahan obat yang lain
seperti golongan anti biotic yang lain, ertomisin, clindamisin dan basitrasil.
·
Sebaiknya
pada percobaan selanjutnya dasar salep digantikan dengan dasar salep yang lain,
vaselin flava,
liquin parafin dan minyak mineral.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.Halaman 125-126.
Anief, Moh. (2007). Farmasetika.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 110.
Ansel, Howard C.
(1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.
Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 502-513.
Depkes RI. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 18,999,1039,1086.
Depkes RI. (2012). Cara
Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Halaman
292.
Jas, Admar. (2004). Perihal Obat dengan Berbagai Bentuk
Sediaannya. Medan:Universitas Sumatera Utara Press. Halaman53,54,56.
Lachman, Leon.(1994). Teori
dan Praktek Farmasi Industri. Edisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia
Press. Halaman 1653.
Paju, Niswah. (2013). “Uji Efektivitas Salep Ekstrak
Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis) pada Kelinci (Oryctolagus
cuniculus) yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus”.Jurnal Ilmiah Farmasi.
Manado: Volume (02), Nomor (01), Februari 2013.
Halaman 54.
Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep.
Jakarta: EGC. Halaman 63.